• Mon. Oct 14th, 2024

Metode Sentra

Membangun Karakter dan Budi Pekerti

Memahami Cara Belajar Anak Usia Dini

Sebagai orangtua atau guru anak usia dini, pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran adalah bagaimana cara yang tepat mendidik. Itu sangat wajar, karena setiap orangtua dan guru anak usia dini ingin memberi pendidikan terbaik bagi anak atau muridnya. Tapi, seberapa pedulikah kita berpikir tentang bagaima sesungguhnya cara anak usia dini belajar? Untuk memahami bagaimana anak usia dini belajar, tentu saja tak bisa mengesampingkan pemahaman tentang tahap belajar anak usia dini.

Mendidik anak usia dini dan cara anak usia dini belajar adalah DUA HAL yang saling berhubungan. Keduanya sama-sama penting dan perlu dipahami secara mendalam agar terjadi kesesuaian. Kalau kita hanya fokus belajar tentang bagaimana “cara mendidik” anak, maka persoalan yang sering muncul adalah “ilmu pendidikan” yang sudah bertumpuk-tumpuk kita miliki dalam situasi tertentu terasa seakan-akan “tidak cocok” buat anak atau murid kita.

Begitu pula sebaliknya, kalau kita hanya fokus belajar tentang bagaimana cara anak belajar, kita pun menghadapi kesulitan. Tak ubahnya  kita tertimbun oleh tumpukan pekerjaan tanpa tahu dari mana memulainya atau cara mengerjakannya.

Nah, sebelum belajar lebih dalam tentang bagaimana mendidik anak usia dini, uraian ringkas dalam bab pendahuluan buku Early Education Curriculum, A Child’s Connection to the World bisa menjadi bahan yang berharga. Buku itu ditulis oleh  Hilda L. Jackman, Guru Besar Emeritus pada Brookhaven College (Cetakan Ke-2, Delmar, New York, 2001).

Uraian ringkas itu menjelaskan bagaimana tahap-tahap perkembangan anak usia dini yang dikaitkan dengan cara belajar anak pada tiap-tiap tahapnya. Dengan uraian ini, kita bisa melihat secara serderhana ruang lingkup psikologi perkembangan, terutama pada periode paling krsial dalam hidup anak. Sehingga, kalaupun kita ingin belajar lebih mendalam, kita memiliki panduan apa yang perlu kita pelajari. Jackman membagi periode anak usia dini ke dalam tiga tahap, yakni Bayi dan Toddler, Usia Tiga, Empat dan Lima Tahun, serta Usia Enam, Tujuh dan Delapan Tahun.

Tahap-tahap Belajar Anak Usia Dini

#1 Bayi dan Toddler

Bulan-bulan pertama kehidupan anak adalah periode krusial dalam menciptakan pondasi untuk semua area perkembangannya. Artinya, walaupun terasa bagi orang dewasa seakan-akan anak tidak belajar banyak, sesungguhnya para bayi adalah makhluk Allah yang sangat aktif melibatkan diri dalam dunia di sekitar.

Mereka menjelajahi dunia sekelilingnya dengan semua inderanya (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perasaan). Dan, mereka adalah perekam yang sangat efektif atas lingkungan yang ada di sekeliling mereka.

Murid Toddler Sekolah Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Bayi belajar tentang dunia sekelilingnya secara fisik dengan bergerak ke sana kemarin, melalui penjelajahan sensori dan melalui interaksi sosial. [Tentang penjelajahan sensori, silakan baca artikel sebelumnya tentang kebutuhan bermain anak usia dini]. Interaksi sosial, ya, dengan segala keterbatasan kemampuannya, bulan-bulan awal kehidupan adalah periode krusial bayi dalam membangun pondasi kemampuan sosial.

Mereka mulai belajar mengenali orang dewasa yang mereka lihat, yang menyuapi mereka, yang menyentuh, yang membuai, yang membuat nyaman dan seterusnya. Kerekatan emosional berkembang saat anak berkekspektasi ada seseorang istimwa yang membuatnya senang, dan karena itu ingin terus berkontak dengan orang dewasa itu. Itu sebabnya, ketika sudah bisa merangkak atau bahkan sudah bisa berjalan, anak minta digendong.

Memasuki usia dua tahun, anak-anak tumbuh dan belajar sangat pesat. Inilah masa ketika kemampuan bergerak (mobilitas), otonomi dan kemandirian terbangun pondasinya. Mereka berusaha melakukan hal-hal yang sering terlalu sulit bagi mereka. Pada periode ini, keamanan lingkungan harus menjadi perhatian serius, dengan tetap memberi ruang bagi berkembangnya proses mencoba (trial and error) yang akan berlangsung berulang-ulang.

Sekali lagi, yang perlu ditekankan, pada periode bayi dan toddler, anak membutuhkan situasi yang dapat membangun kepercayaan (trust) antara anak dan guru atau orangtuanya dan antara anak dan lingkungannya. Ini hanya bisa berkembang jika anak berada dalam lingkungan yang aman, konsisten, dan berpusat pada anak (children-centered).

Maksunya begini: selain terjaminnya keamanan dan kenyamanan, lingkungan sedapat mungkin tidak membuat anak kebingungan. Misalnya, dalam contoh sederhana, kalau kita memiliki tempat-tempat penyimpanan atau penempatan benda yang terklasifikasi, kita tidak membuat bingung anak dengan menempatkan benda tidak pada tempatnya. Sedangkan maksud dari children-centered adalah pembelajaran lebih berorientasi pada kebutuhan alamiah anak sesuai dengan tahapannya, ketimbang pada apa yang kita targetkan harus dikuasai anak.

#2 Usia Tiga, Empat dan Lima Tahun

Memasuki usia tiga tahun, anak-anak menjalani periode perkembangan khas dengan bertambahnya kemampuan dan tantangan. Mereka bersemangat mencoba hal-hal baru, tapi juga mudah frustrasi bila tidak bisa melakukan apa yang ditetapkan untuk bisa dilakukan.

Mereka juga terlibat semakin banyak dalam percakapan; dan meskipun bisa bermain bersama dengan anak lain, mereka masih kesulitan bekerja sama dalam satu permainan. Para guru anak usia tiga tahun perlu menghormati keterampilan dan kemampuan mereka yang sedang tumbuh itu tanpa melupakan bahwa keterampilan dan kemampuan itu baru dicapai.

Memasuki usia empat tahun, anak memiliki antusiasme penuh dan dengan energi yang tinggi. Kemampuan melakukan hal-hal  tanpa bantuan semakin banyak, seiring dengan berkembangnya otot kendali. Dengan itu, anak bisa mengembangkan rasa dan sikap percaya diri. Anak-anak pada usia ini menikmati belajar melakukan hal-hal baru dan senang mendapatkan perhatian dari orang dewasa.
Pada saat yang sama, karena tingginya hasrat belajar dan pesatnya pembelajaran, mereka mulai bisa menggunakan bahasa yang lebih sempurna dari segi susunan kata dan struktur kalimat.

Murid TK Sekolah Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Pada periode inilah teman sebaya memiliki arti yang penting. Sehingga, bermain menjadi aktivitas yang bersifat sosial, meskipun terkadang anak masih suka bermain sendiri (solitary activities). Orangtua dan guru anak usia empat tahun perlu siap untuk melayani pertanyaan yang bertubi-tubi. Terkadang anak bersikeras mencoba hal-hal yang terlalu sulit bagi mereka. Maka, guru dan orangtua perlu membantu mereka menemukan banyak hal yang bisa mereka lakukan.

Memasuki usia lima tahun, anak menjadi semakin sosial. Mereka punya teman baik dan menikmati bermain dalam kelompok-kelompok kecil anak. Penggunaan bahasa, terutama kosakata, terus tumbuh beriringan dengan pemahaman bahwa kata-kata bisa memiliki sejumlah arti yang berbeda.

Anak-anak usia lima tahun memiliki kendali diri yang lebih kuat, tapi keluarga dan guru punya pengaruh paling besar pada perilaku anak. Mereka bisa menerima tanggungjawab lebih serius dan bisa menerima saran an bisa berinisiatif. Dengan meningkatnya kemampuan otot besar dan kecil, anak-anak usia lima tahun bisa berlari, melompat, menangkap, melempar, serta semakin mahir menggunakan gunting, crayon, dan spidol.

Tak boleh diabaikan, eksplorasi lingkungan sangat penting bagi anak pada tahap ini. Mereka belajar tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya. Pada periode inilah anak belajar lebih dalam tentang aturan, batasan, dan hubungan sebab-akibat. Peran guru adalah membuat kesempatan itu tersedia, dan pada saat yang sama menciptakan lingkungan yang tepat untuk mendorong rasa ingin tahu, dan belajar bersama anak lain.

[Baca juga artikel lain untuk pembahasan lebih lengkap tentang pendidikan anak usia dini (PAUD)]

#3 Usia Enam, Tujuh dan Delapan Tahun

Perkembangan tubuh anak-anak usia enam tahun sampai delapan tahun berjalan lebih lambat, tapi lebih kokoh. Kekuatan dan kemampuan fisik penting bagi mereka. Anak-anak pada periode ini berpikir dan belajar dengan cara-cara yang lebih kompleks, baik secara logika maupun sistematika.

Perkembangan bahasa dan komunikasi pada periode menjelang dan awal Sekolah Dasar ini benar-benar dramatis. Mereka beranjak dari ekspresi diri secara lisan ke ekspresi diri secara tertulis. Penguasaan kosakata reseptifnya tumbuh tidak hanya dari mendengar, tapi juga dari membaca, dan penguasaan kosakata ekspresifnya berkembang dari komunikasi lisan ke komunikasi tertulis. Mereka menjadi semakin independen dan memiliki perasaan kuat tentang apa yang mereka makan, mereka kenakan dan mereka lakukan. Periode enam sampai delapan tahaun adalah periode merekahnya rasa ingin tahu, dan mereka aktif mencari hal-hal baru untuk bisa mereka lakukan, lihat dan jelajahi.

Murid SD Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Mereka menjalin hubungan dengan teman-teman baru, dan teman-teman sebaya memiliki peran penting dalam kehidupan di saat belajar tentang bagaimana mengenal dan menghargai sudut pandang orang lain. Pada periode inilah semestinya anak-anak sudah beranjak dari tahap egosentris ke tahap sudut pandang majemuk. Mereka mengembangkan kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dan mampu berempati. Pada saat yang sama, mereka juga sangat sensitif dan mudah terluka perasaannya.

Demikianlah gambaran ringkas tentang tahap-tahap belajar anak usia dini. Semakin dalam kita mengenali tahapan-tahapan tersebut, maka semakin besar pula peluang kita untuk membantu anak-anak usia dini belajar di periode paling krusial  dalam kehidupannya.

***

Baca juga artikel tentang tonggak-tonggak penting pertumbuhan otak anak usia dini, yang mengharuskan para orangtua memberi perhatian besar pada masalah kebahasaan. https://metodesentra.com/2017/05/9-cara-membangun-kemampuan-berbahasa-balita/

2 thoughts on “Mengenal Tahap-tahap Belajar Anak Usia Dini”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *