Sekolah Batutis Al-Ilmi di Pekayon Bekasi sering saya sebut dalam tulisan saya sebagai kampus universitas kehidupan. Sebutan itu bagi sebagian orang mungkin lebih terkesan sebagai sebuah metafora. Namun, kesempatan yang diberikan kepada saya (oleh kedua guru-sahabat saya, Bapak Yudhistira Massardi dan Ibu Siska Yudhistira Massardi) untuk sering berada di sana sesungguhnya adalah kesempatan belajar dalam arti harfiah. Entah itu saat melakukan observasi, membantu riset pustaka, menulis artikel untuk majalah, menyusun buku, atau (apalagi) membantu kegiatan pelatihan bagi para guru dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu bagian pokok dalam aktivitas belajar saya di kampus itu adalah berinteraksi dengan para guru Sekolah Batutis. Selalu menyenangkan, mengejutkan, inspiring dan menantang. Setelah mendengarkan cerita kemajuan belajar seorang anak, misalnya, saya terdorong untuk membuka-buka literatur dan menemukan penjelasan ilmiahnya yang dalam.
Demikian pula, setelah mendengarkan cerita hasil observasi para guru peserta pelatihan, saya akan menikmati diskusi saintifik yang mendalam bersama sang trio master trainer dan trainer Metode Sentra: Ibu Siska, Mbak Taya dan Pak Yudhistira. Baik saat pelatihan, atau obrolan di rumah. Saya berdiskusi, membaca teori-teori dalam buku dan artikel, dan menemukan bentuk situasinya yang nyata di Sekolah Batutis Al-Ilmi.
Pelatihan Metode Sentra
Durasi pelatihan-pelatihan Metode Sentra (Modul 1, Modul 2 dan Modul 3) di Sekolah Batutis bisa dibilang tidak lama. Lima hari. Namun, dengan jadwal yang padat dan ketat, dari observasi, diskusi, dan simulasi serta micro-teaching, para peserta mendapatkan pemahaman paradigmatik, dasar-dasar teori dan “alat kerja” sekaligus untuk menerapkan Metode Sentra.
Jadi, ini bukan sejenis pelatihan yang bisa dilakukan dengan gaya “nitip absen”, lalu yang penting mendapatkan sertifikat buat nambah kredit portofolio kerja. Bukan. Ini pelatihan yang membuat para guru peserta tak akan mau berleha-leha. Dan bukan kebetulan bahwa para peserta, termasuk yang jauh-jauh datang dari Surabaya, Sidoarjo, Tuban, Malang, Lampung, Bengkulu, Balikpapan, bahkan Manado, rata-rata mengikuti pelatihan dengan inisiatif dan atas biaya sendiri –atau sekurang-kurangnya diutus oleh pengelola sekolah yang berniat serius hijrah dari model konvensional ke Metode Sentra.
Salah satu kesan yang kerap muncul mula-mula dari para peserta pelatihan adalah, “kok bisa, ya para guru Batutis begitu sabar menghadapi anak-anak.” Namun, seiring dengan berjalannya proses pelatihan , para peserta segera memahami bahwa para guru Batutis adalah guru-guru biasa. Ya, sudah pasti mereka bukan manusia-manusia super.
“Stamina” kesabaran dan ketelatenan para guru Batutis sejatinya adalah wujud dari pemahaman akan proses, rute dan tujuan pembelajaran anak, serta bagaimana cara menjalaninya. Bayangkanlah kita menghadapi situasi rumit tanpa tahu ke mana muaranya dan untuk apa dihadapi, atau menanti sesuatu tanpa tahu kapan penantian berujung dan tak tahu harus berbuat apa. Siapapun kita tentu segera kehabisan energi sabar.
Sabar, sebagaimana definisi yang diajarkan dalam Al-Qur’an, melekat dalam pribadi orang-orang yang khusyu’. Siapa orang yang khusyu’? “(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” [Q.S.2:46). Orang yang khusyu’ adalah orang yang sadar tujuan, visioner, berorientasi masa depan, mengetahui ke mana akan menuju dan tahu bagaimana mencapai tujuannya.
Begitulah pelajaran yang saya peroleh dari kesabaran para guru Batutis. Saya beruntung mendapatkan kesempatan menjadi penutur salah satu resep kesabaran para guru Batutis, yaitu berbahasa. Para guru Batutis memahami proses (tahap perkembangan anak) dan bagaimana menerapkan praktik berbahasa yang tepat dalam situasi yang tepat.
Semoga setiap manfaat –seberapapun kecilnya– yang muncul dari penuturan saya dalam buku Bahasa Mencerdaskan Bangsa menjadi amal jariyah bagi mereka. Semoga Allah swt senantiasa menjaga mereka dalam kesentosaan lahir-batin yang istiqamah, dan meridhai perjuangan mereka. Amin Allahumma Amin.
Para Guru TK Batutis Al-Ilmi
Para Guru SD Batutis Al-Ilmi
[Artikel ini sudah pernah dimuat di blog pribadi dengan judul yang sama: Sabarnya Para Guru Batutis]